Penanganan Diare pada Bayi, Apa Gejalanya?
Salah satu gangguan kesehatan yang terjadi pada bayi adalah diare. Hal ini bisa membuat bayi menderita, sehingga ia akan terus menangis karena merasa tidak nyaman. Kamu yang tidak tahu penyebabnya pun menjadi panik dan bingung bagaimana cara menanganinya. Karena itu, mengetahui penyebab diare pada bayi cukup penting agar kamu bisa memberikan penanganan yang tepat.
Sebagian kasus diare pada bayi sebenarnya bisa sembuh dengan sendirinya. Namun, bayi juga berisiko mengalami komplikasi yang berbahaya, jika diare yang dialaminya tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Bayi berisiko mengalami diare yang cukup kronis sehingga butuh penanganan segera dari dokter. Angka kematian bayi dan balita akibat diare masih tergolong tinggi. Di Indonesia sendiri, persentase kematian bayi akibat diare masih cukup tinggi, yaitu sekitar 25-30%.
Penyebab Diare pada Bayi
Frekuensi BAB bayi bisa berbeda-beda tergantung usianya. Sebagai contoh, ketika baru lahir bayi bisa BAB hingga 4–12 kali dalam sehari. Ketika menginjak usia 3 bulan, frekuensi BAB bayi biasanya menurun. Biasanya bayi di atas 3 bulan BAB hanya sekali sehari dan mungkin sesering seminggu sekali.
Jika bayi BAB lebih dari 3 kali dalam sehari dengan tekstur feses cair dan berwarna kuning kehijauan atau cokelat gelap, ini mungkin pertanda diare. Namun, bayi yang BAB kurang dari tiga kali sehari dengan tekstur kotoran encer berbau dan keluar dalam jumlah banyak juga sudah dikatakan mengalami diare.
Selain itu, ciri-ciri diare juga dapat dilihat dari gerak-gerik bayi yang tampak lebih rewel dan gelisah, dan bahkan tidak mau menyusu. Diare pada bayi biasanya disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut.
1. Infeksi Rotavirus
Sebagian besar penyebab diare pada bayi adalah infeksi rotavirus. Virus ini penularannya melalui feses ke mulut. Rotavirus yang keluar bersama feses dari orang yang sakit diare dapat mencemari air, makanan, minuman, dan benda-benda di sekitar bayi, seperti mainan atau handuk. Hal ini sering terjadi jika kebersihan lingkungan dan kebersihan diri penderita diare di rumah tidak dijaga dengan baik.
Bayi rentan tertular infeksi virus ini dari mengonsumsi makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi, atau ketika memasukkan mainan atau tangannya yang kotor ke dalam mulut. Diare yang disebabkan oleh infeksi virus biasanya akan berkurang intensitasnya dalam kurun waktu 24 jam. Akan tetapi, diare akibat infeksi rotavirus dapat menyebabkan bayi cepat kehilangan cairan sehingga rentan mengalami dehidrasi.
2. Infeksi Bakteri atau Parasit
Jika diare bayi disertai muntah-muntah, penyebabnya bisa jadi adalah flu perut atau yang lebih dikenal dengan nama muntaber. Muntaber alias gastroenteritis adalah infeksi pencernaan akibat bakteri. Beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan muntaber adalah E. coli, Salmonella, Campylobacter, dan Shigella. Infeksi akibat parasit juga bisa menjadi penyebab diare pada bayi.
Bakteri atau parasit penyebab diare dapat masuk ke dalam tubuh bayi dari konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi. Jalur penularan juga bisa dari bayi yang memasukkan tangan kotornya ke dalam mulut setelah memegang benda yang terkontaminasi. Diare akibat muntaber biasanya berlangsung selama 3-5 hari, yang disertai juga dengan demam ringan.
3. Perubahan Pola Makan
Jika bayi sudah menginjak usia 6 bulan, kamu mungkin akan mulai memperkenalkan ia dengan MPASI. Ketika bayi yang sudah lama terbiasa minum ASI mulai makan makanan padat, sistem pencernaannya bisa “kaget”. Perubahan pola makan inilah yang menjadi penyebab bayi MPASI mengalami diare.
4. Intoleransi Laktosa
Jika diare bayi disertai dengan perut kembung (teraba keras atau padat) dan sering buang angin, ini mungkin dapat disebabkan oleh intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa adalah kondisi yang membuat pencernaan bayi tidak bisa mencerna laktosa, jenis gula alami di dalam susu sapi.
Nah jika ini yang dialami bayi dan ia sudah mulai MPASI, baiknya segera hentikan pemberian MPASI olahan susu sapi. Kalau bayi masih menyusu ASI, kamu juga perlu mengerem konsumsi susu sapi dan olahannya. Sebab, laktosa dari makanan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui mungkin bisa ikut terserap ke dalam ASI.
3. Alergi Makanan
Jika bayi sudah MPASI, diare juga mungkin terjadi karena dia ternyata punya intoleransi atau alergi terhadap makanan atau minuman tertentu. Beberapa jenis makanan penyebab alergi di antaranya adalah susu, telur, kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, atau kerang. Reaksi alergi biasanya akan muncul beberapa menit atau jam setelah bayi makan atau minum. Jika penyebab diare pada bayi adalah alergi makanan, ia juga akan mengalami gejala ruam atau gatal pada area mata dan hidung.
5. Efek Minum Antibiotik
Jika kamu sedang minum antibiotik selama menyusui, efek samping obatnya juga bisa bisa berpengaruh pada bayi. Begitu pula dengan beberapa suplemen atau vitamin yang sedang Ibu konsumsi. Hal ini bisa terjadi karena apa pun yang kamu konsumsi sehari-hari sangat bisa memengaruhi rasa, tekstur, dan bahkan kandungan ASI yang diminum bayi.
6. Kondisi Medis Tertentu
Diare pada bayi bisa menjadi tanda adanya masalah medis tertentu. Berikut ini beberapa kondisi medis sehingga menjadi penyebab bayi mencret.
- Penyakit Celiac, yakni penyakit yang menyebabkan tubuh bayi tidak bisa mencerna gluten, seperti gandum, dengan baik.
- Sindrom iritasi usus besar, yaitu penyakit yang menandakan usus bayi tidak bisa bekerja secara optimal.
- Memiliki alergi atau intoleransi pada suatu zat tertentu, contohnya laktosa (gula yang ada pada susu sapi).
- Penyakit langka seperti cystic fibrosis, gangguan gastrointestinal eosinofilik, penyakit Hirschsprung, dan tumor neuroendokrin.
Guna mengetahui penyebab diare pada bayi, dokter akan menanyakan seputar gejala, riwayat kesehatan, bahkan merekomendasikan tes kesehatan seperti tes darah.
Mengenal Warna dan Tekstur Kotoran pada Bayi
Tahukah kamu bahwa kondisi kesehatan bayi bisa dilihat dari kondisi fesesnya? Normal atau tidaknya feses bayi bisa terlihat dari tekstur dan juga warnanya.
1. Hijau
Bayi yang sering diberi suplemen zat besi, warna fesesnya akan menjadi hijau. Kondisi ini akan berlanjut ketika bayi berusia 4-6 bulan dan mulai diberikan MPASI yang berwarna hijau, seperti sayuran ke dalam menu makanannya.
2. Oranye, Kuning, Kecokelatan
Ini adalah kondisi feses bayi yang normal pada bayi yang menyusui ASI atau minum susu formula. Teksturnya sering kali cair atau terkadang padat. Setelah menyusu, terkadang gas mengumpul di perut bayi dan membuatnya kembung. Penting untuk kamu mengetahui cara menyendawakan bayi yang tepat.
3. Hitam
Bila kamu melihat kotoran bayi berwarna hitam secara keseluruhan atau sekadar bercak, tandanya bayi mencerna darah saat menyusui langsung lewat puting ibu. Kondisi ini juga bisa berarti adanya perdarahan pada sistem pencernaan bayi. Meski ini tidak selalu membahayakan, tapi perlu diperiksa ke dokter bila feses bayi berwarna hitam berlangsung terus menerus.
4. Tekstur Keras Seperti Kerikil
Bila bayi mengeluarkan feses dengan tekstur keras seperti kerikil, kemungkinan ia mengalami konstipasi atau sembelit. Biasanya bayi mengalami ini ketika dikenalkan dengan makanan padat saat usia 6 bulan atau memasuki fase MPASI. Tekstur feses yang seperti ini bisa juga sebagai tanda bayi memiliki sensitivitas terhadap susu yang dikonsumsi atau kandungan makanan tertentu.
5. Merah Pekat
Kotoran bayi berwarna merah bisa disebabkan oleh makanan yang dikonsumsi, misalnya buah naga atau tomat. Namun bila bayi tidak mengonsumsi makanan yang berwarna merah dan warna feses merah darah, bisa menjadi tanda bayi memiliki alergi protein susu. Apabila ia mengalami diare bersamaan dengan warna feses merah, kemungkinan bayi memiliki infeksi bakteri.
6. Putih
Bila bayi mengeluarkan kotoran berwarna putih, ini tanda bahwa ia tidak mencerna makanan dengan baik. Warna putih menandakan empedu tidak mencerna makanan dengan benar. Warna feses bayi berubah-ubah sesuai usia, sehingga perlu diperhatikan bila perubahannya menuju ke arah tidak sehat.
Pengobatan dan Pencegahan Diare
Saat bayi mengalami diare, cairan keluar dari tubuh. Jika bayi kehilangan lebih banyak cairan daripada yang ia konsumsi saat menyusu, ia dapat mengalami dehidrasi. Dehidrasi pada bayi, terutama yang baru lahir, bisa terjadi dengan sangat cepat. Jadi, penting untuk menjaga bayi tetap terhidrasi. Jika diare tergolong ringan, kamu bisa melakukan perawatan rumahan, seperti:
1. Susui Sesering Mungkin
Hal terpenting yang bisa dilakukan untuk mengatasi diare pada bayi adalah dengan terus menyusui bayi. Berikan ASI atau susu formula lebih sering saat dia mengalami diare, untuk memberikan cairan ekstra. Bayi dapat mengalami dehidrasi dengan sangat cepat saat diare tanpa disusui.
2. Waspada Terhadap Dehidrasi
Perhatikan tanda-tanda dehidrasi seperti:
- Frekuensi buang air kecil berkurang. Terlihat dari lebih jarang ganti popok dari biasanya.
- Mulut dan bibir kering.
- Tidak keluar air mata saat menangis.
- Mata terlihat cekung.
- Jadi lebih rewel.
Diare parah yang menyebabkan dehidrasi mungkin memerlukan perawatan dengan cairan intravena di rumah sakit. Jadi, jika bayi mengalami diare parah dan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi seperti yang disebutkan tadi, segera bawa ke instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat.
3. Praktikkan Kebersihan yang Baik
Bergantung pada penyebabnya, diare bisa menular dan menyebar ke anggota keluarga lainnya. Jadi, cuci tangan setelah mengganti popok anak atau menggunakan kamar mandi, dan ingatkan anggota keluarga lainnya untuk melakukan hal yang sama.
4. Konsultasi dengan Dokter
Jika kamu menyusui eksklusif dan bayi menyusu dengan baik, kamu tidak perlu memberi cairan rehidrasi oral, kecuali jika dokter menginstruksikannya. Sebab, ASI mengandung cairan dan nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk menggantikan apa yang hilang karena diare. Ada juga antibodi dalam ASI yang membantu bayi melawan infeksi dan penyakit. Jika ibu memberikan susu formula, jangan encerkan susu formula bayi untuk memberinya cairan ekstra. Berikan susu seperti biasa.
Cara terbaik untuk mencegah bayi diare adalah dengan menjaga gaya hidup yang bersih dan sehat, karena penyebab utama bayi diare adalah infeksi virus dan bakteri. Jangan lupa untuk memperhatikan kembali pilihan makanan maupun penggunaan obat selama masih dalam masa menyusui.