Tips Mengelola Inner Child pada Diri dan Anak Agar Tidak Trauma

Kamu pastinya sering mendengar nasihat seperti ini. Sebagai orang dewasa, kita harus berdamai dengan “sosok” yang ada dalam diri seseorang ketika masih kecil. Inner child adalah sebutan untuk hal tersebut. Sosok ini biasanya memiliki pengalaman dan pengetahuan yang kemudian akan membentuknya di usia dewasa. Jika kita masih punya trauma di masa kecil kita, maka secara tidak sadar kita akan melampiaskan hal tersebut ke anak.

Hal itu disebabkan karena dalam pikiran bawah sadar kita sudah menormalkan penyebab terjadinya trauma pada masa kecil. Tentunya kita tidak ingin hal tersebut juga terjadi ke anak kita, ya. Untuk mencegah siklus ini kembali terulang di anak kita, ada baiknya kamu perlu mengetahui cara mengelola inner child yang sehat. Yuk, simak 4 tips berikut ini.

Sumber: Freepik

4 Tips Mengelola Inner Child pada Anak

Kita bisa mempelajari beberapa tahapan bagaimana hal tersebut muncul pada diri anak. Tujuannya adalah untuk lebih mengenal konsep dan membangun inner child yang sehat pada anak.

1. Masa Kanak-Kanak = Masa Paling Berdampak

Masa kelahiran hingga anak berusia 6 tahun adalah masa paling penting dalam hidup. Hal ini disebabkan karena anak-anak dapat menyerap hal-hal yang ada di sekitar. Seperti bahasa, perilaku, hingga sikap terhadap orang tua atau orang dewasa yang mengasuhnya. Anak akan mempercayai hal-hal yang dia ketahui tanpa bertanya terlebih dahulu.

Baca juga:  10+ Contoh Cerita Fabel yang Penuh dengan Pesan Moral

Di usia tersebut, masih belum terbangun pikiran kritis dimana anak akan selalu bertanya tentang apa saja yang dijumpainya. Ketika diberikan label negatif atas apa yang anak lakukan seperti “jelek”, “nakal”, “cengeng”, hal tersebut akan menyebabkan anak meyakini bahwa dia adalah orang dengan sifat seperti itu. Dan itu dapat mempengaruhi kepribadiannya seiring waktu berjalan.

2. Sangat Bergantung pada Orang Tua/Pengasuh

Sumber: Freepik

Ketika masih bayi, anak tentunya akan merasa takut jika ditinggal oleh orang tua atau orang yang mengasuhnya. Hal ini mengakibatkan sebuah adaptasi hidup berupa pengkondisian sikap dan perilaku. Seperti berusaha untuk tidak menangis di hadapan orang tua agar tidak dicap “cengeng”. Padahal, jika anak-anak dipaksa untuk menahan emosinya maka suatu saat emosi tersebut bisa meledak dalam bentuk stres atau tantrum.

Pada masa kanak-kanak, seorang individu sedang mudahnya meresapi apa yang dilihat, dengar dan alami. Jika suatu tahapan atau fase yang harusnya dilalui, namun nyatanya tidak dilalui dengan baik, tentu ini akan memberikan dampak bahkan bisa saja bersifat serius pada fase ataupun tahap perkembangan selanjutnya.

3. Mencegah Trauma Saat Dewasa

Sumber: Freepik

Tips ketiga untuk mengelola inner child adalah mencegah trauma saat dewasa. Trauma masa kecil akan membuat seseorang melihat kenyataan dengan apa yang sudah dilalui di masa kecilnya, dan berpengaruh ketika dewasa. Bagaimana berinteraksi dengan diri sendiri dan juga orang lain, dan tentunya bagaimana individu tersebut mengambil keputusan dalam hidupnya. Anak yang sejak usia dini sudah sering mengalami trauma, baik fisik maupun psikis, kemungkinan akan tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang depresi.

Baca juga:  10 Rekomendasi Mainan Bayi 3 Bulan sebagai Stimulus Terbaik

4. Memaafkan Diri Sendiri dengan Cara Re-Parenting

Sumber: Freepik

Ada beberapa cara yang bisa kamu gunakan agar tidak terjebak dalam inner child yang terluka dalam masa pengasuhan anak, yang biasa disebut dengan re-parenting. Cara-caranya antara lain:

  • Menghubungkan kembali dengan masa kecil. Kamu bisa mengajak anak untuk memvisualisasikan atau membayangkan dan mengingat hal apa saja yang pernah kita lakukan di masa kecil.
  • Menulis surat untuk diri di masa kecil. Kamu bisa menulis bersama dengan anak dan menuangkan apa yang kalian rasakan dalam suatu surat. Bisa berupa permintaan maaf, ataupun harapan dari dirimu dan anak terhadap inner child-mu.
  • Waspada terhadap kritikan dari dalam diri. Ada banyak kritikan kepada diri sendiri yang juga muncul dari dalam diri sendiri. Penting untuk mendengarkan suara ini, pada saat yang sama ketika mendengarkan suara inner child.

Nah, begitulah tips-tips untuk mengelola inner child untuk diri sendiri dan juga anak. Jika dirimu masih merasakan trauma melalui perilakumu ke anak, ada baiknya kamu perlu mendatangi profesional untuk mencari tau penyebab dan penanganan dari masalah yang kamu hadapi. Tetaplah waras dalam menjalani hidup, ya!