Bagaimana Cara Mengatasi Perilaku Konsumtif Generasi Milenial?

Belakangan ini, perilaku konsumtif seringkali dituding sebagai pangkal masalah keuangan yang membayangi para generasi milenial. Benarkah demikian? Atau sebenarnya hal itu hanya sekadar asumsi belaka? Jika ditarik lebih jauh, makna kata konsumtif yang sebenarnya adalah sifat konsumsi di mana si pelaku hanya memakai, dan tidak dapat menghasilkan sendiri.

Namun kemudian istilah konsumtif digunakan untuk menamai tren gaya hidup yang cenderung menghabiskan atau menghamburkan uang untuk berbagai macam keperluan saja, tanpa pertimbangan yang matang. Tren gaya hidup konsumtif ini dianggap sebagai salah satu pemicu yang mendorong banyaknya generasi milenial milenial rela menghabiskan uang yang dimilikinya untuk hal-hal yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan. Dan gaya hidup konsumtif tersebut, saat ini memang sangat melekat dan identik dengan generasi milenial.

Namun pelabelan tersebut sebenarnya masih menuai pro dan kontra. Ada sebagian kalangan yang menilai, bahwa sebenarnya generasi milenial tidak melulu bersikap konsumtif. Namun banyak juga yang beropini jika masalah keuangan yang kerap dikeluhkan oleh sebagian anak muda karena hasil dari sikap konsumtifnya sendiri. Bagaimana menurut kamu?

Siapa itu Generasi Milenial?

perilaku konsumtif

Istilah generasi milenial mungkin sudah menjadi sesuatu yang tidak asing bagi kita semua. Dibandingkan dengan angkatan-angkatan sebelumnya, generasi ini menjadi generasi yang paling banyak diperbincangkan di publik karena keunikan karakter mereka. Keunikan ini melingkupi berbagai aspek kehidupan, termasuk juga pola konsumsi sehari-hari. 

Menurut Kotler & Armstrong, generasi milenial adalah generasi yang lahir dari tahun 1977 hingga tahun 2000. Saat ini, proporsi generasi milenial semakin mendominasi jumlah populasi, bahkan hingga mengalahkan jumlah baby boomer. Secara karakteristik, yang membedakan generasi milenial dengan baby boomer adalah kehidupan mereka yang tidak lepas dari dunia digital. Kondisi ini terjadi karena golongan milenial lahir di masa saat teknologi mengalami puncak perkembangan yang berhasil mengubah kehidupan sehari-hari menjadi tidak lepas dari hal tersebut. Terutama dalam interaksi sosial serta akses kepada informasi yang tidak pernah semudah saat ini.

Baca juga:  Cermati Cara Iklan di Instagram dan 4 Tips Jitunya!

Faktor Pendorong Perilaku Konsumtif Generasi Milenial

perilaku konsumtif

Generasi milenial sering dinilai sebagai generasi yang kreatif dan berani dalam mengambil risiko. Mereka cenderung memiliki banyak ide-ide yang menarik dan memiliki karakter yang sangat produktif. Namun di sisi lain, mereka juga dianggap sangat konsumtif. Menurut pengamat digital lifestyle Ben Soebiakto, hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh budaya digital dan penggunaan internet. Menurutnya, internet telah mengambil peran yang sangat signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk generasi milenial. Penetrasi internet di Indonesia bahkan telah melampaui angka 50% dari total penduduk. 

Penggunaan internet oleh para generasi milenial adalah untuk melakukan segala jenis transaksi. Mulai dari transportasi, membeli makanan, jalan-jalan, hingga berbelanja pakaian dan kebutuhan sehari-hari. Hal ini memiliki dampak positif dan negatif, di mana dampak positifnya adalah pergerakan generasi milenial menjadi sangat cepat, karena bertransaksi lewat internet dapat menghilangkan berbagai hambatan dan limitasi yang muncul ketika bertransaksi secara fisik. Sementara itu, di sisi lain, budaya digital dan penggunaan internet untuk transaksi ini telah membuat generasi milenial menjadi sangat konsumtif. 

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif di kalangan generasi milenial. Faktor yang pertama adalah peer pressure dari komunitas atau lingkaran pertemanan yang kuat. Seorang generasi milenial akan merasa tertekan untuk ikut membeli barang-barang tertentu jika teman-teman di dalam komunitasnya juga menggunakan atau memiliki barang tersebut. Yang kedua adalah pengaruh dari para influencer di media sosial. Kebanyakan generasi milenial memiliki seorang influencer yang diikuti di media sosial. Ketika mereka melihat influencer idolanya menggunakan atau memiliki suatu barang, mereka akan terdorong untuk ikut membelinya.

Baca juga:  Fakta Unik Seputar Hari Valentine yang Perlu Kamu Tahu

Bagaimana Cara Mengatasi Perilaku Konsumtif?

perilaku konsumtif

Bagaimana jika kamu sudah terlanjur konsumtif? Apakah kebiasaan buruk tersebut masih bisa diubah dan diperbaiki? Jawabannya adalah bisa, selama ada kemampuan dan kemauan untuk mengendalikan diri. Agar mengendalikan diri dari perilaku konsumtif tidak tampak abstrak. Berikut ini ada 5 cara yang bisa kamu lakukan untuk mengubah gaya hidup konsumtif:

  1. Menabung. Dana tabungan yang bisa diambil sebesar 5% atau 10% dari gaji. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus, tentu saja nilai tabungan akan semakin banyak, sehingga bisa menjadi dana cadangan ketika memiliki kebutuhan yang mendadak.
  2. Membuat anggaran belanja. Tujuannya adalah untuk mengatur aliran dana. Setiap pengeluaran harus diatur dalam pos-pos yang jelas, sehingga anggaran yang disediakan untuk pemenuhannya juga bisa terpampang secara gamblang. Pembuatan anggaran belanja ini sekaligus bisa menentukan target pengeluaranmu, lho.
  3. Menentukan skala prioritas. Untuk beranjak dari perilaku konsumtif, maka prioritaskanlah kebutuhan. Jika kebutuhan telah terpenuhi, maka keinginan atau keperluan bisa kamu penuhi ketika ada dana sisa. Bukan kebalikannya, ya.
  4. Cermat saat membeli barang. Membeli barang berdasarkan fungsi tentunya akan lebih bijak dibandingkan berdasarkan merek hanya untuk menunjang gengsi.
  5. Mulai berinvestasi. Investasi dapat dipahami sebagai suatu penanaman modal pada suatu usaha atau barang yang tidak bergerak. Tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Ketika usia kamu tidak lagi produktif, maka investasi bisa menyelamatkan kehidupan masa tuamu.

Penting untuk diingat, belilah suatu barang yang memang sedang kamu butuhkan. Jangan membeli barang karena ikut-ikutan atau hanya ingin dibilang keren saja. Karena budaya membeli barang yang sedang tren bisa menjerumuskan kamu pada kehidupan konsumtif yang lebih parah.