Memahami Retur dan 5 Tips Mengubahnya Menjadi Keuntungan
Berbagai istilah dalam dunia bisnis dan usaha menjadi hal mendasar yang wajib kamu dipahami, pebisnis yang tengah merintis atau mengelola sebuah usaha. Salah satunya adalah retur. Retur adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan produk yang dikirimkan kembali oleh konsumen atau pembeli pada penjual, dengan berbagai alasan.
Biasanya proses ini sendiri menjadi salah satu hal wajar yang dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban kamu sebagai penjual atau produsen produk. Bisa dikarenakan oleh kesalahan pengiriman, jumlah produk yang terlalu banyak, atau terdapat cacat pada produk yang diterima oleh konsumen.
Nah sedikit mengenai definisinya sudah kamu baca pada dua paragraf awal tadi. Mari lanjutkan pembahasan pada syarat, perbedaannya dengan refund, dan tips mengubah retur menjadi keuntungan!
Baca Juga: 8 Langkah Mudah Membuat SOP Perusahaan dengan Baik
Syarat Melakukan Retur
Untuk penentuan syarat retur, perusahaan yang kamu miliki bisa memberikan poin-poinnya secara jelas. Acuan regulasinya ada pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa jika sejak awal terdapat kesengajaan pengiriman barang rusak atau barang salah oleh penjual, maka pihak penjual atau produsen akan terkena sanksi hukum.
Untuk syarat secara umum yang diterapkan idealnya adalah sebagai berikut:
- Produk yang akan diretur berada dalam kondisi aslinya saat dibuka, dapat dibuktikan dengan video saat membuka produk
- Masih tercantum label harga atau merek dari produk yang dibeli
- Produk dikembalikan lengkap dengan kotak atau kemasannya
- Mengisi formulir retur yang disediakan di situs atau lokasi resmi milik perusahaan
- Menyertakan bukti pembayaran, kwitansi, nota, atau berkas sejenis yang menyatakan produk telah dibayar
Dan berbagai syarat lain yang disertakan untuk membuat prosedur retur barang menjadi lebih jelas, sistematis, dan solutif untuk setiap pihak.
Menyimak Perbedaannya dengan Refund
Mungkin beberapa dari orang yang membaca ini, atau bahkan termasuk kamu, merasa bahwa retur dan refund adalah hal yang serupa. Pada kenyataannya, dua konsep ini memiliki perbedaan yang jelas dan tidak bisa disamakan.
Retur dan Refund
Retur secara umum adalah proses penukaran barang pesanan dari pembeli pada penjual, karena suatu kondisi yang telah disebutkan dalam kesepakatan sebelumnya. Dalam retur, produk yang dipesan, dan datang, memiliki ketidaksesuaian dengan kesepakatan. Produk kemudian dikembalikan untuk meminta penggantian produk yang sesuai dengan kesepakatan.
Lain halnya dengan refund. Refund merupakan proses pengembalian dana/uang dari penjual pada pembeli, pada transaksi yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Hal ini dapat terjadi ketika ada pembatalan transaksi, ketidaksesuaian produk yang datang dengan kesepakatan, dan lain sebagainya.
Perbedaan mendasar antara keduanya adalah retur merupakan proses penukaran produk dengan produk lain, sementara refund adalah proses pengembalian dana atas ketidaksesuaian pesanan yang diterima oleh konsumen.
5 Tips Mengubah Retur Menjadi ‘Keuntungan’
Dalam tkamu kutip sebab idealnya proses retur disertai komplain dari pembeli. Kamu, sebagai penjual atau produsen yang bertanggungjawab, dapat memanfaatkan hal ini untuk memperoleh keuntungan. Jelas bukan dalam hal nominal rupiah, namun value untuk perusahaan dan produk yang kamu miliki.
1. Ingat untuk Handle Komplain dengan Tepat
Retur adalah hal yang diajukan ‘sepaket’ dengan komplain. Maka dari itu, penting untuk kamu agar dapat merespon komplain dari pelanggan ini dengan tepat. Jadilah pihak yang solutif dan efektif dalam penyelesaian komplain, dan upayakan tidak bersifat terlalu defensif.
2. Memanfaatkan Barang Retur
Siasat ini bisa digunakan ketika barang retur yang kamu terima masih layak untuk dipasarkan. Jelas, untuk barang yang memiliki cacat produk atau nilai, produk tersebut tak mungkin dijual secara langsung. Jika masih memungkinkan, olah kembali produk tersebut, dan pulihkan kecacatan yang ada di dalamnya. Pada skenario alternatif, kamu bisa menjualnya namun dengan label produk reject.
3. Tenang dan Profesional
Meski sikap defensif secara natural akan muncul, namun kemas penyampaiannya dengan tenang dan bahasa yang profesional. Seperti misalnya ‘Kami memahami keluhan yang pelanggan setia ajukan, untuk itu kami akan memprosesnya secepat mungkin dengan prosedur yang telah disepakati bersama’, atau ‘Maaf untuk ketidaknyamanannya, namun apakah pelanggan dapat memberikan dokumentasi ketika unboxing produk agar kami mengetahui letak kecacatan yang dikeluhkan’, dan lain sebagainya.
4. Berikan Estimasi Pengiriman yang Masuk Akal
kamu sebagai pihak penjual paham benar berapa lama proses retur akan dapat dilakukan secara ideal. Salah satu trik yang bisa digunakan adalah memberikan estimasi waktu yang sedikit lebih lama dari waktu ideal. Sebab dengan demikian kamu memiliki kesempatan untuk menyampaikan barang lebih cepat dari estimasi yang diberikan, tanpa harus mempercepat proses ideal retur yang terjadi.
5. Mengakui Kesalahan, Berikan Data, serta Solusi
Penting untuk kamu, sebagai penjual yang menerima komplain serta retur, untuk mengakui kesalahan yang terjadi. Meski mungkin saja hal ini bukan kesalahan dari pihak produksi atau hal yang dapat kamu kontrol, namun hal ini memberikan sensasi kepuasan pada pelanggan.
Berikan pula data terkait yang bisa mendukung posisi perusahaan atau produk dalam retur ini, tanpa menurunkan posisi konsumen. Setelah itu pastikan konsumen mendapatkan solusi jelas terkait produk, estimasi pengiriman, dan benefit yang mungkin bisa didapatkan.
Baca Juga: Bahas Tuntas Sales Marketing sebagai Ujung Tombak Perusahaan
Memang tidak mudah, sebab retur adalah salah satu hal yang menjadi tantangan semua pengusaha dan pebisnis yang ada di dunia. Namun dengan sikap yang tepat, tantangan ini justru dapat memberikan dukungan pada aktivitas pemasaran dan branding perusahaan yang efektif dan langsung mengenai sasaran kamu.