Sejarah Panjang hingga Tampilan Terbaru Tugu Jogja
Saat ini, lokasi di sekitar Tugu Jogja sering digunakan untuk berswafoto, khususnya saat senja hingga malam hari. Sebagian wisatawan yang datang ke Yogyakarta merasa belum puas jika belum berfoto dengan latar belakang Tugu Jogja ini. Selain menjadi salah satu lokasi berswafoto, kawasan sekitar Tugu juga kerap menjadi lokasi aksi unjuk rasa atau aksi lainnya yang digelar oleh beberapa elemen masyarakat.
Terlepas dari itu semua, tahukah kamu bagaimana sejarah Tugu Jogja? Sekilas Tugu yang terletak tepat di tengah-tengah perempatan Jalan Mangkubumi, Jalan Jendral Sudirman, Jalan A.M Sangaji, dan Jalan Diponegoro itu memang biasa saja, seperti tidak ada yang istimewa. Beberapa wisatawan dan bahkan warga Kota Yogyakarta sendiri mungkin hanya tahu bahwa Tugu itu adalah salah satu ikon Yogyakarta. Padahal Tugu Jogja memiliki sejarah panjang dan menjadi salah satu keistimewaan Yogyakarta. Baca artikel ini sampai habis, untuk mengetahui fakta menarik seputar Tugu Jogja.
Sejarah Tugu Jogja
Tugu Jogja merupakan simbolik Kota Yogyakarta, di maba sebagai ciri khas Kota Yogyakarta bangunan ini mempunyai sejarah yang panjang dan menarik. Tugu ini adalah sebuah bangunan monumen bersejarah yang terletak tepat di tengah perempatan antara Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jenderal Soedirman, Jalan A.M. Sangaji, dan Jalan Diponegoro yang sudah berusia hampir tiga abad. Selain sebagai simbol dari Kota Yogyakarta, Tugu ini juga mempunyai satu poros imajiner antara Laut Selatan, Kraton Yogyakarta, dan juga Gunung Merapi.
Menurut sejarah, Tugu Jogja dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755 silam. Pada awalnya, Tugu ini berbentuk Golong-Gilig dan mempunyai tinggi yang mencapai 25 meter, di mana tiang dari Tugu ini berbentuk Gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk Golong (bulat). Sehingga pada masa itu, Tugu ini disebut dengan nama Tugu Golong-Gilig. Pada awal dibangun, Tugu ini mempunyai makna Manunggaling Kawula Gusti yang menggambarkan semangat persatuan antara rakyat dan penguasa dalam melawan penjajah. Dan di sisi lain, juga bisa bermakna sebagai hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.
Mengacu pada catatan sejarah, pada tanggal 10 Juni 1867 terjadi gempa hebat di Yogyakarta dan mengakibatkan runtuhnya bangunan Tugu Golong Gilig. Kemudian pada tahun 1889, keadaan Tugu benar-benar berubah, saat pemerintah Belanda merenovasi seluruh bangunan Tugu. Saat itu Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti. Prasasti tersebut menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tidak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Tidak hanya itu saja, tinggi bangunan yang awalnya mencapai 25 meter juga dibuat hanya setinggi 15 meter. Tugu ini kemudian diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII pada tanggal 3 Oktober 1889. Dan semenjak itu Tugu ini disebut dengan nama De Witt Paal atau Tugu Pal Putih.
4 Prasasti di Tugu Jogja
Perombakan bangunan Tugu saat itu sebenarnya adalah taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, hingga akhirnya upaya tersebut tidak berhasil. Berikut ini 4 prasasti pada sisi Tugu yang perlu diketahui:
- Prasasti pada sisi Barat berbunyi, “YASAN DALEM INGKANG SINUHUN KANJENG SULTAN HAMENGKUBUWANA KAPING V”, yang artinya Tugu dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V.
- Pada sisi Utara, prasasti yang ada berbunyi, “PAKARYANIPUN SINEMBADAN PATIH DALEM KANJENG RADEN ADIPATI DANUREJA INGKANG KAPING V. KAUNDHAGEN DENING TUWAN YPF VAN BRUSSEL. OPSIHTER WATERSTAAT”, yang artinya pembangunan Tugu dilaksanakan oleh Patih Danurejo V (1879-1899) bersama YPF Van Brussel, seorang petugas Dinas Pengairan Belanda yang bertugas di Yogyakarta.
- Selanjutnya, pada sisi Timur tertulis, “INGKANG MANGAYUBAGYA KARSA DALEM KANJENG TUWAN RESIDHEN Y. MULLEMESTER”, yang artinya Y Mullemester, Residen Yogyakarta saat itu, turut berbahagia atas pembangunan Tugu tersebut.
- Dan pada sisi Selatan tertulis, “WIWARA HARJA MANGGALA PRAJA, KAPING VII SAPAR ALIP 1819”, yang menunjukkan tahun penyelesaian pembangunan Tugu tersebut.
Tampilan Baru Tugu Jogja
Warga DIY dan wisatawan tentunya akan dibuat pangling dengan tampilan baru Tugu Pal Putih Yogyakarta. Jika sebelumnya deretan kabel tampak semrawut menghalangi pemandangan megahnya Tugu Jogja, sekarang semuanya sudah hilang. Kabel-kabel yang sebelumnya melintang di persimpangan tampak sudah rampung diturunkan. Dan hampir semua kabel seperti kabel listrik hingga fiber optic (FO), telah dipindah ke dalam tanah. Kabarnya, proyek ducting itu menelan dana hingga Rp 9,5 miliar dari Dana Keistimewaan (Danais). Proyek ducting itu rencananya juga akan dilanjutkan ke Jalan Jenderal Sudirman, dan sebagian Kota Baru.
Wajah baru Tugu Jogja tanpa kabel itu telah diresmikan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, dan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti di Gedhong Pracimosono kompleks Kepatihan pada hari Jumat (18/12/2020) lalu. Pemandangan di area Tugu Jogja pun terlihat semakin cantik dan memanjakan mata pengunjung. Bahkan sering terlihat beberapa pesepeda yang berhenti sejenak untuk berswafoto dengan latar Tugu Pal Putih tersebut. Pemandangan tersebut juga membuat beberapa pengendara yang melintas mengarahkan pandangannya ke Tugu.
Tidak jarang, para wisatawan berpose dengan latar belakang Tugu tersebut sebagai bukti bahwa mereka sudah pernah berwisata ke Yogyakarta. Nah, sekarang giliran kamu untuk mampir ke Tugu Jogja!